*Hutang itu diciptakan bukan untuk dilunasi*
oleh : Amir Tikwan Raya Siregar (Amir Amirat Sumatera Timur)
Masih banyak yang mengira bahwa utang negara sebesar Rp 5.000 triliun akan dapat dilunasi dengan mengumpulkan uang sebanyak itu. Ketahuilah, meskipun bangsa ini tulus bersama-sama mengumpulkan uang sebesar itu, utang negara tak akan dapat lunas.
Fakta pertama, uang rupiah yang beredar secara nyata tidaklah sebanyak itu. Ketika rakyat menarik uangnya sebanyak itu, perbankan runtuh. Negara runtuh. Sebab uang kertas yang nyata hanya 8% dari uang beredar. Di luar 8% itu adalah gelembung kredit yang tak berdasar.
Fakta kedua, utang negara bukanlah dinyatakan dalam rupiah, tapi dalam dollar. Jadi meskipun uang rupiah akhirnya terkumpul sebanyak yang diperlukan (yang hampir mustahil itu), maka untuk melunasi utang, rupiah yang terkumpul harus ditukar dulu ke dollar.
Dan lagi-lagi, itu tidaklah cukup, dan tidak bisa cukup. Karena ketika uang sebanyak itu dikumpulkan, dan siap ditukarkan pada dollar, maka dollarnya akan naik harga berlipat-lipat, dan persediaan dollar sebanyak itu tidak ada. Sedangkan utang itu hanya boleh dibayar dengan dollar, bukan dengan rupiah. Inilah aturan mainnya. Terimalah kenyataan bahwa utang itu diciptakan bukan untuk dilunasi. Tapi dilembagakan, atau menjadi aturan dasar suatu negara secara tidak tertulis tapi mengikat secara sistemik.
Fakta ketiga, uang kertas bukanlah ukuran harta. Oleh karena itu, ia tidak dapat dijadikan dasar hitungan, apalagi dasar hitungan antar dua mata uang yang sama-sama mengambang. Siapa yang mengendalikan nilai mata uang ini, mereka bebas menentukan jumlah utang Anda. Kendatipun nilai nominalnya sama, tapi nilai tukarnya dikontrol sekehendak hati mereka.
Maka keluarlah dari zona ini. Segera keluar. Cuma itu jalannya. Masyarakat yang terbimbing akan kembali kepada Penguasa Yang Sesungguhnya. Masyarakat yang naif akan dikontrol penguasa palsu, dan alat-alat palsu.
Be free, and resist. MERDEKA!
PERINGATAN: Bila profesor ekonomimu tidak memahami atau mengajarkan ini, segeralah tinggalkan dia, dan belajar saja pada emak-emak di kampung. Mereka lebih paham.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar