Penerapan koin emas Dinar dan koin perak Dirham di Indonesia sepenuhnya legal dan memiliki dasar hukum yang sangat kuat. Sebagai benda, atau komoditi, koin emas dan koin perak tidak bedanya dengan benda lain yang legal. Hanya koin emas dan koin perak memiliki nilai ekonomi tinggi. Keduanya adalah masuk kategori “barang berharga”. Dalam hal penggunaannya, emas dan perak, secara khusus telah masuk ke dalam satu undang-undang yang mengaturnya.
Undang-undang dimaksud adalah UU no 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat.
Pasal 1 ayat 2 UU no 23 tahun 2011 menyebutkan: _“Zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam.”_
Pasal 2 ayat 4a menyebutkan: _“Zakat mal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. emas, perak, dan logam mulia lainnya.” Pasal 4 ayat 4 menyebutkan: “Syarat dan tata cara penghitungan zakat mal dan zakat fitrah dilaksanakan sesuai dengan syariat Islam.”_
Jelaslah UU no 23 tahun 2011 ini memberikan landasan hukum yang sangat kokoh bagi peredaran dan penggunaan kembali koin emas Dinar dan koin perak Dirham. Tanpa kedua koin sunnah ini justru UU Zakat tersebut tidak bisa dijalankan. “Syarat dan tata cara perhitungan zakat mal” yang dimaksud antara lain tentu saja adalah nisab dan haul. Sedangkan nisab zakat mal telah ditetapkan sebanyak 20 dinar emas atau 200 dirham perak. Itulah yang “sesuai dengan syariat Islam” sebagaimana dimaksud oleh Pasal 4 ayat 4 di atas.
Dalam kitab Muwatta Imam Malik berkata, “Sunnah yang tidak ada perbedaan pendapat tentangnya di antara kita adalah, bahwa zakat diwajibkan pada emas senilai dua puluh dinar, sebagaimana pada (perak) senilai dua ratus dirham.” Inilah nisab zakat yang merupakan konsensus ulama, acuannya adalah Dinar dan Dirham, bukan satuan gram emas dan perak. Ini penting dipahami karena Dinar dan Dirham tidak identik dengan emas dan perak, khususnya sebagai acuan penetapan nisab dan nilai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar